Situaksan Bandung

Sejatinya Manusia; Melihat apa-apa yang tampak

Sejatinya Manusia; Melihat apa-apa yang tampak
Sejatinya Manusia; Melihat apa-apa yang tampak

Sejatinya Manusia; Melihat apa-apa yang tampak

Muhamad Redho

‘Kenapa engkau tidak membelah dadanya sehingga engkau mengetahui apakah hatinya mengucapkan Laa Ilaaha Illa Allah karena ikhlas dan yakin ataukah karena alasan lainnya?’

Perkataan diatas merupakan teguran Rasulullah saw. kepada Usamah bin Zaid bin Haritsah, yang ketika itu membunuh orang kafir yang bersyahadat. Karena Usamah mengira orang kafir itu bersyahadat bukan karena Allah dan tidak ada rasa ikhlas sedikitpun dihatinya, melainkan hanya untuk melindungi diri agar tidak terbunuh.

Tentunya, hal ini membuat Rasulullah marah, sehingga beliau terus bertanya kepada usamah, “Wahai Usamah, apakah engkau tetap membunuhnya setelah ia mengucapkan Laa Ilaaha Illa Allah?”. Sedangkan Usamah hanya menjawab, “Wahai Rasulullah, ia mengucapkannya sekadar untuk melindungi dirinya saja.”

Pada peristiwa ini kita dapat belajar bahwa jangan pernah mudah menilai atau menghakimi seseorang sesuai dengan prasangka hati atau hanya memandang orang sebelah mata. Karena sejatinya manusia, mustahil mengetahui isi hati manusia lainnya.

Termasuk dalam hal beramal. Kita tidak mungkin mengetahui niat amalan seseorang, niatnya ikhlas atau tidak, tulus atau tidak. Karena kita tidak tahu apa isi hatinya atau amalan apa yang disembunyikannya. Jangan sampai karena kita sering melihat seseorang tidak shalat dalam kesehariannya ataupun infaq contohnya, lalu kita mengklaim bahwa orang itu tidak pernah shalat dan infaq, bahkan sampai menghakimi bahwa orang itu pasti masuk neraka, sedangkan kita dalam keadaan tidak selalu bersamanya.

Rasulullah saw. pun pernah ditegur oleh Allah swt. agar jangan pernah menghitung amal manusia apalagi menghakimi seseorang masuk surga atau neraka, karena sejatinya itu hanya urusan Allah swt.

فَاِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلٰغُ وَعَلَيْنَا الْحِسَابُ

…maka sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, dan Kamilah yang memperhitungkan (amal mereka).[1]

لَيۡسَ لَكَ مِنَ الۡاَمۡرِ شَىۡءٌ اَوۡ يَتُوۡبَ عَلَيۡهِمۡ اَوۡ يُعَذِّبَهُمۡ فَاِنَّهُمۡ ظٰلِمُوۡنَ

Itu bukan menjadi urusanmu (Muhammad) apakah Allah menerima tobat mereka, atau mengazabnya, karena sesungguhnya mereka orang-orang zhalim.[2]

لَيْسَ عَلَيْكَ هُدٰىهُمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ…

Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.[3]

Karena memang sejatinya manusia itu hanya melihat apa-apa yang tampak,  maka tak perlu khawatir dengan semua pendapat orang-orang tentang kita, tak perlu khawatir dengan semua penilaian orang-orang terhadap kita. Tetaplah menjadi diri sendiri dan lakukan apa yang terbaik meskipun itu sederhana, karena disinilah keikhlasan kita sedang diuji.

Oleh karena itulah juga, sudah sepatutnya bagi kita umat muslim untuk mempunyai amalan-amalan yang tersembunyi, yang tidak terlihat oleh banyak orang, sekalipun oleh orang-orang terdekat.

Imam asy-Syafi’I pernah berkata : “Sudah selayaknya setiap orang berilmu memiliki amal shalih yang tersembunyi dan hanya ada antara dirinya dan Allah, sebab setiap ilmu dan

amal yang tampak di tengah-tengah manusia akan sedikit manfaatnya di

akhirat”.

Sufyan bin ‘Uyainah mengatakan bahwa Abu Hazim berkata, “Sembunyikanlah amal ibadahmu sebagaimana engkau menyembunyikan aibmu.”

Wal-Lahu a’lam


[1] Q.s ar-Ra’d [13] : 40

[2] Q.s ali-Imran [3] : 128

[3] Q.s al-Baqarah [2] : 272