Praktik Dakwah, Kependidikan Santri dan Sirah Nabawiyyah
﷽
Alhamdulil’Llah kegiatan Praktik Dakwah dan Kependidikan Santri telah kami selesaikan. Tidak ada satupun kalimat yang pantas kami ucapkan selain kalimat syukur kepada Allah SWT. Berkat kekuatan dan pertolongan-Nya kami bisa menyelasaikan kegiatan ini dengan penuh ketenangan meskipun badai-badai masalah menerjang. Berkat kasih sayang dan kelembutan-Nya, hati-hati yang gelisah berubah menjadi ketenangan dan kelapangan.
Kondisi-kondisi sulit seperti ini mengingatkan kami kepada perjuangan Rasulullah ﷺ mendakwahkan agama Islam yang penuh cobaan dan rintangan dengan kesabaran. Sabar menjadi jawaban ketika sedang berada pada fase kegelisahan dan kekhawatiran, mengamalkan firman Allah Wasta’inu bis Shabri was Shalah. Sabar dan shalat menjadi jalan mulus dalam keluar dari suatu masalah, bukan dengan amarah.
Hubungan sesama teman layaknya Rasulullah ﷺ kepada para Sahabatnya. Penuh kelembutan, keceriaan, kegembiraan, kebebasan beraktifitas dengan tanpa berbuat kerugian, sehingga mudah untuk melaksanakan program dan kebaikan-kebaikan lainnya. Bahkan, suasana internal menjadi hangat dan nyaman. Seandainya keras dan kasar, niscaya Rasulullah tidak akan diikuti dan ditaati. Berdasarkan firman Allah “Maka disebabkan Rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu…” (Qs. Ali-Imran: 159).
Allah swt menganugerahi kepada kami keluarga baru. Kami seperti mempunyai Abu Thalib ketika Nabi ﷺ diganggu oleh kaum Quraisy di Makkah, kami seperti mempunyai Hamzah ketika Nabi ﷺ dicela, dicaci maki, diganggu, dilecehkan ibadahnya oleh Abu Jahal, kami seperti mempunyai Zaid bin Haritsah yang melindungi Nabi ﷺ ketika dianiaya di Thaif, kami seperti mempunyai Abu Ayyub ketika Nabi ﷺ datang pertama kali ke Madinah, kami seperti mempunyai Khadijah yang menenangkan Nabi ﷺ ketika gemetar ketakutan menerima wahyu, dan kami merasakan kelembutan, kehangatan, seperti ketenangan dan kesenangan Nabi ﷺ ketika disamping para Sahabat RA.
Tulisan ini akan memuat berbagai cerita-cerita dan pelajaran menarik dari hari ke hari, pagi ke pagi, siang ke siang, hingga malam ke malam dengan meringkasnya. Kami tidak akan menceritakan sedetail mungkin, tetapi kami akan memilih kegiatan yang ada kaitannya dengan Sirah Nabawiyyah. Sehingga pembaca bisa merasakan juga manis pahit nya perjalanan dakwah, apalagi dakwah Rasulullah ﷺ dan para Sahabatnya.
Penerimaan masyarakat Muara Sungkai
Muara Sungkai adalah bagian ujung dari Lampung Utara, sebagaimana yang dikatakan oleh Kepala Desa Karang Sakti ketika kami bersilaturahim kerumah beliau. Jarak dari Desa Karang Sakti ke Kotabumi (pusat kota Lampung Utara) 2 jam perjalanan. Pusat perbelanjaan terdekat yaitu setengah jam perjalanan. Letak Desa Karang Sakti ini bisa dibilang jauh dari perkotaan, dan jarang sekali orang-orang datang ke Desa Karang Sakti kecuali ada hal penting yang memang mengharuskan datang kesana, seperti kami yang akan melaksanakan Praktik Dakwah dan Kependidikan Santri (PDKS).
Masyarakat sangat menerima dan bahagia kedatangan kami. Selama kami disana, satu yang kami selalu perhatikan; Antusias mereka seperti masyarakat Madinah ketika Nabi ﷺ tiba pertama kali di Madinah. Saking bahagianya mereka, kami sampai disuruh untuk tinggal bersama mereka. Ajakan ini mengingatkan kami kepada antusiasnya masyarakat Madinah ketika Nabi ﷺ tiba pertama kali di Madinah. Sesampainya di Madinah, Nabi ﷺ berjalan-jalan dengan untanya sampai masyarakat di Madinah banyak yang menemui Rasulullah ﷺ untuk memohon kepada Rasul supaya tinggal dirumah mereka. Diantara orang-orang yang memohon kepada Nabi ﷺ adalah; ‘Itban bin Malik dan Abbas bin Ubadah bin Nadhlah bersama orang-orang Salim bin Auf; Ziyad bin Labid dan Farwah bin Amr bersama orang-orang Bani Bayadhah; Sa’ad bin Ubadah dan Al-Mundzir bin Amr bersama orang-orang Bani Saidah; Sa’ad bin Ar-Rabi’, Kharijah bin Zaid dan Abdullah bin Rawahah bersama orang-orang Bani Al-Harits bin Al- Khazraj; Salith bin Qais dan Abu Salith Asirah bin Abu Kharijah bersama orang-orang dari Bani Adi bin An-Najjar (Notabene mereka adalah paman Rasulullah ﷺ). Mereka bergiliran mendatangi dan menawari Rasulullah ﷺ untuk tinggal sementara bersama mereka, tetapi Rasulullah ﷺ menolaknya dengan halus dan meneruskan perjalanannya. Hingga akhirnya Rasulullah ﷺ tinggal di kediamannya Abu Ayyub RA. (Sirah Ibnu Hisyam, hal. 297-298).
Antusiasme masyarakat Muara sungkai sama seperti antusiasmenya masyarakat Madinah ketika Nabi ﷺ tiba di Madinah. Ketika kami tiba-tiba mendatangi beberapa jama’ah dari mereka ke tempat kediamannya, mereka sangat bahagia sekali. Mereka hidangkan hidangan yang sederhana tetapi istimewa di hadapan Allah SWT. Ketika kami ingin berpamitan untuk pulang, sepuh itu menahan kami dan mengatakan, “Jangan pulang dulu, nanti dulu, abah masih kangen.”
Perjalanan PDKS di Muara Sungkai
Perjalanan dakwah tentu tidak akan semulus apa yang dibayangkan. Nabi ﷺ saja masih ada orang-orang yang menghalang-halanginya dalam berdakwah. Apalagi kita, halangan dan rintangan pasti datang. Rintangan yang datang adalah rintangan yang pasti ada pada setiap jalan dakwah. Menghadapi orang-orang yang berbeda dengan kita, kontra terhadap kita, ini adalah tantangan dakwah yang sebenarnya yang kami dilatih merasakan itu pada saat PDKS. Ini tentu sudah menjadi sunnatul’Llah, ketika di zaman Nabi ﷺ pun orang-orang “rese” pasti ada. Seperti Abu Lahab, Abu Jahal. Pada zaman Nabi Musa as ada Fir’aun. Ini semua akan dialami oleh para pendakwah, tidak lain hanya untuk menguatkan ketauhidan dan ‘ubudiyyah kepada Allah STW. Tantangan yang kami hadapi tentu tidak sebanding dengan apa yang di rasakan oleh Rasulullah ﷺ dan para Sahabatnya.
Perjalanan PDKS tidak sesulit dan semenakutkan itu. Tetapi tetap jangan dianggap mudah dan disepelekan. Banyak pelajaran-pelajaran penting yang tidak akan didapatkan kecuali di PDKS. Kejadian yang memiliki pelajaran paling penting yaitu; menghadapi perizinan yang cukup alot, karena konsep kami berbeda jauh dengan kebiasaan mereka. Selama dua pekan, kami tak kunjung selesai mendiskusikan program terakhir dengan pengurus yayasan dan apparat desa. Disinilah kami merasakan manis pahitnya komentar orang-orang. Mulai dari pengurus yayasan sampai apparat desa, kami temui satu persatu untuk dimintai perizinan. Semuanya menerima kami, dan mengizinkan kami. Perizinan ini sangat penting sekali, mengingat para Sahabat yang pernah diperintah untuk hijrah ke Habasyah supaya bisa beribadah dengan aman, meminta izin kepada raja Habasyah guna bisa mendakwah kan Islam di Habasyah. Nabi ﷺ memerintahkan para Sahabatnya untuk berhijrah ke negeri Habasyah, karena di Habasyah ada seorang raja yang adil sekali, yaitu raja Najasyi. Ketika Ja’far bin Abi Thalib dan kaum Muslimin menghadap kepada raja guna mengajaknya masuk Islam, dan meminta perizinan untuk bisa beribadah sekaligus berdakwah di negeri nya dengan aman, kaum Quraisy hadir untuk menghasud sang raja supaya tidak mengizinkannya. Setelah sang raja mendengarkan ucapan Ja’far bin Abi Thalib, dan mengizinkan kaum Muslimin, kaum Quraisy pun diusir oleh sang raja dan kaum Muslimin aman di negeri Habasyah. (Lihat selengkapnya; Sirah Ibnu Hisyam, hal. 198-202). Adab para Sahabat ini terasa oleh kami ketika disana. Ini menunjukan perizinan itu sangat penting. Terlebih lagi, status kita adalah sebagai pendatang.
Setiap hari kami mengajar; RA, MTs, MDA; Kultum, dan melaksanakan program-program. Sasaran program-program kami yaitu untuk; Tsanawiyyah, MDA, RA, & Masyarakat (jama’ah). Mengingat, bahwasannya cara Nabi ﷺ berdakwah dengan metode tidak membosankan. Nabi ﷺ berdakwah dengan kelembutan, tanpa tekanan, tentunya tanpa kekerasan. Tidak seperti orang-orang liberal yang mendefinisikan dakwah Islam itu dengan peperangan. Inilah cara pendekatan kami kepada mereka lewat program-program yang asik dan menyenangkan. Kami membawa program-program yang berdampak kepada kesemangatan santri dalam belajar. Begitupun masyarakat, mereka akan lebih mudah menerima apa yang kami sampaikan, dibandingkan tanpa ada pendekatan dengan diadakannya program. Pendekatan kami tidak hanya dalam program, tetapi kami aktif untuk berinteraksi dengan masyarakat, dan bermain bersama anak-anak santri ketika waktu luang.
Kesimpulan & Penutup
Setiap dakwah itu pasti sulit, dan kesulitan itu pasti ada kemudahan. Cara untuk keluar dari kesulitan yaitu dengan menghayati Sirah Nabawiyyah. Kaitkan setiap kejadian dengan Sirah Nabawiyyah supaya kita bisa mengambil manfaatnya. Semua masalah dakwah dan toping-topingnya tercantum semua didalam Sirah Nabawiyyah.
Hakikatnya, PDKS itu seni untuk merasakan perasaan-perasaan yang tidak bisa dirasakan ditempat yang nyaman, seni untuk menghayati Sirah Nabawiyyah, dan seni untuk mengukuhkan ketauhidan. Sejauh mana kita bisa merasakan apa yang dirasakan juga oleh Nabi ﷺ dan para Sahabatnya.
Demikian cerita yang bisa kami sampaikan, semoga cerita kami bisa menginspirasi pembaca dalam memahami Sirah Nabawiyyah. Penulis sadar, masih banyak kekurangan dan kecacatan dalam mengkaitkan satu peristiwa. Begitu juga dalam sistem, struktur, dan kalimat-kalimat penulisan. Penulis sangat terbuka untuk dikritik, dievaluasi, dan diarahkan ke arah yang lebih baik. Terimakasih jazakumullahu khoyron katsiran.
-Syazwan Hamiz Azzahwani (Ketua PDKS 05 Muara Sungkai)